Kemendag dan OVO
Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta startup tehnologi finansial (fintech) pembayaran, OVO mengutarakan dua masalah digitalisasi pasar tradisionil di Indonesia. Kedua-duanya yaitu infrastuktur digital seperti internet serta minimnya pandangan pedagang berkaitan tehnologi.
Masalah dari bagian internet paling dirasa masyarakat di daerah paling depan, terluar serta ketinggalan (3T). Walau sebenarnya, “digitalisasi pasar tidak lepas dari peranan infrastuktur internet,” kata Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra waktu pertemuan wartawan virtual, Jumat (2/10).
Oleh karenanya, perlu peranan pemerintah serta operator mobile untuk mencapai warga di 3T.
Berdasar data Kementerian Komunikasi serta Informatika (Kominfo), ada 12.548 desa yang belum terakses jaringan internet generasi ke-4 (4G). Sekitar 9.113 desa ada di 3T.
Sedang 3.435 yang lain di luar daerah itu, hingga jadi tanggung jawab operator mobile untuk menyiapkan 4G.
Walau demikian, data indeks internet inklusif (Inclusive Internet Index) dari Economist Intelligence Unit memperlihatkan jika lingkup pemakai Internet di Tanah Air lumayan luas. Bagian rumah tangga pemakai internetnya capai 62,6%.
Angka itu melewati rerata negara di Asia yang cuman 59,7%. Seputar 93% dari 267 juta masyarakat juga terhubung service 4G.
Tetapi kecepatan internet di Indonesia cuman 14,4 Kbps, jauh di bawah rerata negara Asia 30,9 Kbps. Kecepatan mengupload data cuman 10,9 Kbps, sesaat rata-rata Asia 12,9 Kbps.
Karaniya mengharap, masalah lingkup serta kemampuan internet bisa dinaikkan untuk memberikan dukungan digitalisasi pasar. Cara ini dipandang menolong pedagang untuk mencapai customer, khususnya waktu epidemi corona.
Salah satunya triknya dengan bertransaksi dengan cara nontunai memakai code Quick Response standard atau QRIS. Cara ini dipandang bisa meminimalisir efek penyebaran virus corona, kecuali memakai masker.